Pentas Juni



Seperti sebuah pentas yang ku tonton hingga riuh tepuk,

kaki-kaki berdiri kagum,

tirai sudah ditutup namun aku masih termangu,

menunggu, 

dan bertanya "mana?"


Terlalu menarik pentasnya,

ceritera dua arah,

alur cerita yang cantik nun menakutkan membuatku jatuh cinta pada harapan,

menanti adegan berikutnya, 


aku jatuh cinta pada harapan,


Satu-dua jam,

tiga-empat jam,

berjam, berhari, berbulan, aku tunggu

"mana?"


Wajahku gelap, kusam

Bajuku tak berganti, bau

Rambutku tak tau arah, kusut

Aku mau mati menunggu


Tapi tirai masih tertutup

jerit hingga bisik lembut aku minta buka

tayangkan lagi!

"belum saatnya. kertas masih kosong, Sutradara belum tulis cerita lagi. nanti datang lagi kalau cerita sudah ditulis, pemain sudah makin mahir membawakan dongeng yang terlihat dan tidak terlihat, hingga kau juga bisa ikut bermain di panggung ini, bukan hanya termangu, tertawa, menangis, bertepuk, termangu lagi, tertawa lagi, menangis lagi seperti si bodoh yang sedang bermonolog."


Maka aku putuskan untuk pulang

mandi, berganti pakaian, wewangian, 

kunyah makan, dandan

cari inspirasi sambil jalan-jalan,

hingga lupa pernah jadi kusut menunggu tirai teater dibukakan


Aku fikir sang teater akan roboh, bangkrut,

karena ditinggal penonton setianya

Namun itu prasangka buruk ku


Kemarin aku ke sana,

pelan-pelan langkahku, mencoba tak bising,

takut mengganggu sang teater karena kehilangan aku, 

si penonton setianya



Ternyata mereka sedang renovasi,

sedang rekonstruksi,

Aku tidak membayangkan jika aku masih mematung di dalam sana, mungkin kepalaku akan bocor berdarah, tulang akan patah tertimpa reruntuhan bangunan yang diketuk hancurkan


Aku tidak membayangkan jika aku masih mematubg di dalam sana,

mungkin renovasinya tidak sempurna,

karena ada manusia yang sudah tau tidak nyaman tapi tak mau menyingkir,

padahal renovasi butuh waktu,

makin cepat berbenah, makin cepat teaternya dibuka lagi


Aku ambil posisi nyaman,

duduk memeluk lutut di depan warung es teh tak jauh dari teater,

sambil membayangkan akan seperti apa rupa nya setelah rekonstruksi


Aku juga membayangkan, akan jadi penonton seperti apa aku kemudian hari?

Apakah bisa jadi yang Sutradara inginkan?


Komentar