Lebih kurang 30 hari sebelum bertengger api
Laraswati menenun gambar setiap malam
rusak, lantas mencari penjahit terbaik
lalu menungguinya seraya bersenandung lirih
"mau makan apa besok kalau bayar penjahit pakai rupiah simatawayang?"
Tapi Laraswati tidak peduli,
dilanjutkannya menenun,
bergumul hingga pedas matanya, kerut dahinya,
disusunnya rencana,
Inginnya buat Panji bahagia
Satu-dua kali Panji kasih kabar
"Laras, jangan lupa hari api"
Ketuk Laraswati dengan lembut tapi keras
terlalu sering hingga dungu
Oh, iya. penjahitnya Laraswati memang jempolan
ada kira-kira 3 orang penjahitnya
tak elak marah walau Laras marah-marah minta pola tambah
30 hari kemudian Panji bahagia bukan kepalang
Bersyukurnya Laraswati disusunnya rencana
Suatu hari Laraswati menemui dirinya,
sedang merebah dan berjalan
dibayangkannya Panji menggunakan mata nun jauh
meniup api seraya berkata "selamat hari api, Laras"
Hanya itu, sih. Laraswati tak berani lebih.
sang Panji sedang mengasah suryanya demi tali menali yang menjuntai di dahi
Ihwal itu Laraswati paling mafhum
Naas, harapannya yang sebesar ujung korek api demek, lunyai, lembab, basah
bahkan sebelum dikeluarkan dari kotaknya
Tak bisa nyala
Laraswati kegelapan
Berteriak lelah tak ada yang dengar
Tiba-tiba ada api dari balik pintu
Laraswati baru tau apinya sudah mengetuk-ngetuk ingin masuk sejak lama
Laraswati gontai , merengkuh pintu
Hancur
Laraswati kehabisan nafas
Tua, Laraswati terduduk lalu merebah
merebah dan berjalan
Untung saja ada dinding setinggi pinggang di sebelahnya
Lumayan dipakainya bersandar bertahun kemudian
Jakarta, 11 Juni 2021
21.28
Komentar
Posting Komentar